10 Mei 2014

Pisau itu Mubah, Demokrasi itu Kufur

Pisau Itu Mubah, Demokrasi itu Kufur
Oleh Muhammad Tohir
Semua orang pasti bisa memahami kalimat Judul di atas bahwa yang namanya pisau memiliki potensi (khasiat) untuk memotong, menusuk, dan mencincang apapun dan oleh siapapun. Dia bersifat netral, tidak buruk, tidak baik, tidak benar, dan tidak juga salah. Sifat buruk, baik, benar dan salah bisa diketahui setelah ada perbuatan yang dilakukan oleh penggunanya, dan itu pun bukan pisau itu sendiri, melainkan perbuatan tersebut. Bahkan ada beberapa perbuatan yang tidak bisa dihukumi secara langsung, kecuali setelah melihat konteks dan motivnya.
Pun dengan benda-benda lain, semua bebas nilai, -kecuali yang sudah diharamkan oleh Allah, tentu saja-. Begitu pula dengan potensi kehidupan manusia, baik berupa gharaa-iz (naluri-naluri) maupun hajatu al Uduwiyah (kebutuhan jasmani), tidaklah buruk, tidak juga baik, semuanya bersifat netral, hingga manusia melakukan perbuatan sebagai usaha memenuhi semuanya. Di sinilah dosa-pahala diberikan. Silahkan rujuk buku Nidzam Al Islam, khususnya Bab Hadharah - Madaniyah, serta Bab Qadha' dan Qadar, serta buku Islam Politik dan Spritual untuk mendapatkan penjelasan lebih luas.
Lalu, bagaimana jika ada orang yang menganalogikan Pisau dan Demokrasi untuk membantah pihak yang mengkufurkan demokrasi? Bagi saya orang itu masih kebingungan membedakan antara keduanya, atau sengaja pura-pura bingung agar bisa "menikmati" demokrasi?! Allahu ta'ala a'lam.
1. Kita semua mafhum, pisau itu benda, sedangkan Demokrasi itu Ide. Yang namanya benda itu terindra dan bersifat fisik. Hukumnya cuma ada dua saja, Haram dan Halal (Mubah). Sedang Ide itu ada dalam kepala, menjadi landasan berfikir (pemikiran cabang), bersikap, bertindak, termasuk dalam menggunakan benda-benda. Ide bagi seorang muslim juga cuma ada dua status, kalo tidak Islami (syar'i) berarti kufur (tidak sesuai dengan ajaran Islam).
Semua benda yang mubah, maka mubah pula untuk dimanfaatkan, kecuali untuk perbuatan yang haram. Sedangkan semua ide yang bertentangan aqidah islam, maka tidak boleh sedikitpun diadopsi, haram!
2. Pendapat ini bukan lah asumsi dari sisi negatif, melainkan inilah realitas keduanya. Kalo soal pisau, jelas kita gak perlu dalil, karena memang tidak ada dalil yang mengharamkannya. Kecuali, misal, pisaunya terbuat dari benda najis, maka ini sudah beda cerita.
Sedangkan demokrasi, bisa dilihat dari aktivitas intinya, menetapkan hukum, memusyawarahkan semua hal, memberikan kebebasan dan yang pasti bukan hukum Islam yang diterapkan, paling banter hasilnya adalah hukum yang "mirip" (?) hukum islam, itupun wajib atas persetujuan (wakil) rakyat. Karena itulah, demokrasi punya slogan syirik, "suara rakyat, suara tuhan". Meski Tuhan bilang sesuatu haram, tapi kalo rakyat bilang sesuatu itu boleh, akhirnya tuhanpun harus mengalah. Tidak salah kalau Ust. Bachtiar Nasir mengatakan Demokrasi sebagai Sistem Syirik. Na'udzubillah!
3. Haramnya pengadopsian, penerapan, dan penyebaran Demokrasi bukan didasarkan kepada fakta yang menimpa kepada beberapa gerakan dan partai, melainkan berdasarkan dalil-dalil yang rinci. Dalil rinci ini bisa dirujuk secara lengkap dalam kutaib Demokrasi Sistem Kufur karya Syaikh Abddul Qadim Zallum -rahimahullah-. Jadi, gagal paham namanya kalau mengira alasan pengharaman pelaksanaan demokrasi adalah kudeta Mursi di Mesir, Pembubaran FIS di Aljazair, dsb.
Penyebutan peristiwa di Mesir, dan beberapa negara itu, hanya untuk menunjukan bahwa, selain demokrasi itu kufur, demokrasi juga bukan jalan dalam memperjuangkan sistem Islam. Demokrasi hanya jebakan saja agar orang islam tunduk kepada sistem kufur itu, karena kalau tidak fakta yang kita sebut itulah yang akan terjadi. Meminjam perkataan Ust. Budi Anshari, Lc, tidak mungkin mewujudkan sistem Islam memalui jalan sistem yahudi (demokrasi).
4. Ini sebagai tambahan saja. Gerakan yang berhasil itu bukan semata-mata dilihat dari "menghadirkan masalah dan/atau menjauhkan mudharat dari ummat". Keberhasilan hakiki adalah ketika gerakan itu berdiri diatas aqidah, mempertimbangkan segala sesuatu diatas syari'ah (nash) bukan akal-akalan syariah berbalut "manfaat", lantang menyuarakan penetangan kepada setiap sistem jahiliyah, serta tegas menjadi furqan, yang membedakan antara haq dan bathil. Tapi kalo ngomong syariah aja gak berani, bahkan banyak melanggar syariah dengan alasan maslahat, gak jelas sikapnya terhadap sistem kufur, malah ber-musyarakah (politik) dengan orang kafir, meski telah (merasa) "memberi manfaat" maka bagi saya gerakan itu telah gagal dari awal.
11/05/2014

Print Friendly and PDF

Ditulis Oleh : Muhammad Tohir // 20.35
Kategori:

0 komentar :

Posting Komentar

Ikhwah fillah, mohon dalam memberikan komentar menyertakan nama dan alamat blog (jika ada). Jazakumullah khairan katsir

 
Semua materi di Blog Catatan Seorang Hamba sangat dianjurkan untuk dicopy, dan disebarkan demi kemaslahatan ummat. Dan sangat disarankan untuk mencantumkan link ke Blog Catatan Seorang Hamba ini sebagai sumber. Untuk pembaca yang ingin melakukan kontak bisa menghubungi di HP: 082256352680.
Jazakumullah khairan katsir.