06 Juni 2012

Mari Bicara tentang Pacaran!

Oleh Muhammad Salim At-Tohiry

Latar Belakang
Tidak bisa dipungkiri bahwa pacaran menjadi hal yang lazim di zaman sekarang. Hampir lucu bahkan jika ada orang yang tidak pernah pacaran, apalagi tidak tahu apa itu pacaran. Setidaknya begitulah keadaannya. Bahkan penulis pernah secara tidak sengaja menemukan stiker di slebor belakang sebuah sepeda motor yang bertuliskan, “Ujar Mama, jangan bulik mun balum dapat pacar” atau dalam bahasa Indonesia, “Kata mama, jangan pulang kalau belum dapat pacar”. Astaghfirullah! Sebegitu rusaknya ummat, dan ini nyata.
***
Empat malam yang lalu, secara tidak sengaja penulis melihat diskusi seru beberapa temen fb yang bicara seputar pacaran. Diawali dari sebuah status yang menceritakan sebuah “kesakit-hatian” seseorang karena ada dua insan berbeda jenis, secara illegal saling memanggil “mamah-papih”, hingga “ummi-abi”. Dalam status tersebut, si pembuat status merasa geram dengan tingkah laku ini. Yang kemudian dia membuat simpulan, bahwa Pacaran Haram. Baik yang konvensional hingga yang berbalut label islami.
Sebagian komentator sepakat, namun ternyata tak semua. Ada seorang komentator yang kemudian mengajak pembuat status agar tidak melakukan simplistic terhadap kasus pacaran. Yang pada intinya, ia ingin mengungkap bahwa kita harus tahu dari mana kesimpulan Pacaran Haram itu didapat. Menurutnya, kita –apalagi pengemban dakwah— tidak boleh bertaklid. Saya rasa ini nasihat yang bagus! Sang komentator inipun kemudian menyatakan bahwa dirinya termasuk yang mengharamkan pacaran, hanya saja –menurutnya— kita tidak bisa menyalahkan orang lain yang membolehkan pacaran yang islami.
Masih menurut sang komentator, banyak ulama yang membolehkan pacaran. Diantaranya Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Ibnu Hazm, dan ulama’-ulama’ lain (?). Kemudian dia mengungkapkan bagaimana Ibnu Qayyim banyak menggunakan kata “pacaran” didalam kitab beliau yang berjudul, Raudhatul Muhibbiin, yang diterjemahkan dengan judul Taman Orang-orang Jatuh Cinta, terj. Bahrun AI Zubaidi, Lc (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2006). Meski kemudian diketahui sang komentator ini ternyata mengcopy paste dari sebuah blog!
Dari sinilah penulis tertarik untuk membuat tulisan mengupas seputar pacaran. Dengan harapan bisa meng-clear-kan permasalahan ini. Bi idznillah, insya Allah!

Definisi dan Fakta Pacaran Secara Umum
Mengetahui definisi dan fakta sebuah bahasan penting, agar tidak terjadi kesalahan dalam memberikan hukum padanya. Karena beda objek, beda hukumnya!
Secara bahasa, pacaran berasal dari kata “pacar” yang mendapatkan imbuhan berupa akhiran “–an”. Kata “pacar” sendiri artinya “teman lawan jenis yang tetap dan mempunya hubungan berdasarkan cinta kasih”. Di dalam kamus Bahasa Indonesia, “Pacaran” sinonim dengan “berpacaran” yang memiliki arti “bercintaan”, “berkasih-kasihan”. Dicontohkan, “kedua remaja itu sudah berpacaran sejak mereka duduk di kelas tiga sekolan menengah tingkat atas.” (KBBI Android 2.1, data kamus dari Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional)(lihat juga http://www.artikata.com/arti-343151-pacar.html).
Dari sini bisa kita lihat bahwa aktivitas pacaran bisa diartikan sebagai sebuah aktivitas berkasih-kasihan antara dua lawan jenis yang belum diikat oleh pernikahan. Selain dari definisi ini maka itu bukan pacaran. Misal, berkasih-kasihanan antar suami dan isteri, dan sebagainya tidak bisa diartikan sebagai pacaran. Oleh karena itu pula, penulis sebenarnya tidak sepakat misal dengan slogan “pacaran setelah menikah” karena faktanya berbeda. Kalaupun yang dimaksud adalah sebatas berkasih-kasihan pada suami isteri, selayaknya digunakan tanda baca yang menunjukan itu bukan konotasi yang sebenarnya, dengan mengguanakan tanda kutip misalnya.

Inti Pacaran
Dari definisi diatas, ditambah pengamatan ala kadarnya, penulis mendapati ada beberapa point inti didalam pacaran. Dan ini sangan minimal, artinya ada pacaran yang melebihi point-point ini. Adapun inti pacaran antara lain:

1. Ada serah-terima perasaan
Dua orang layak dikatan saling berpacaran jika ada “ijab-qabul” diantara keduanya. Dalam bahasa sekarang, ada proses “menembak”. Karena jika hal ini tidak ada, maka sulit –untuk tidak mengatakan tidak mungkin— bisa diketahui dua orang saling memiliki perasaan suka. Jika anda pernah menonton film sinetron akan tahu bahwa ini adalah “syarat sah” berpacaran. Ungkapannya bisa secara lisan, seperti “aku cinta kamu”, “maukah jadi pacarku?”, dsb. Dan jika diterima oleh pasangannya akan dibalas dengan ungkapan, “aku juga”, “aku mau jadi pacarmu”, dsb.
Tapi apakah “syarat” ini harus selalu diterima dengan ungkapan lisan? Jawabannya, tidak. Bisa saja seseorang yang ditembak tidak menjawab secara lisan, hanya diam saja misal, namun aktivitasnya lah yang menunjukan dia menerima. Yang pasti, jika keduanya saling suka dan sama-sama mengetahui hal itu, maka akan saling mengungkapkan perasaan masing-masing. Jika ini telah terjadi, status merekapun “sah” sebagai pacar.
Oleh karena, jika ada seseorang yang mengunkap perasaan sukanya –biasanya oleh sang lelaki— kepada orang lain, namun kemudian ditolak, tidak ada sebutan pacaran bagi keduanya.

2. Ada perhatian khusus
Pacaran tidak cukup sampai saling mengungkapkan perasaan saja. Status pacaran yang telah didapat oleh dua orang lawan jenis akan diikuti oleh saling memberikan perhatian lebih kepada pasangannya. Hal ini dilakukan sebagai bukti untuk menunjukan bahwa pasangannya benar-benar cinta. Dalam aktivitas ini, sang pacar akan dengan teliti “menjaga” pacarnya. Karenanya menjadi hal yang lumrah di dalam pacaran kita dapati orang yang berpacaran menanyakan hal-hal yang remeh temeh dan tidak penting. Misal, sudah mandi, sudah makan, atau bahkan bagi yang berlabel “islami” sang pacar akan bertanya seputar ibadah, seperti sudah shalat apa belum, member nasihat, saling membangunkan tengah malam untuk qiyamul lail dan sahur untuk shaum sunnah, dsb.

3. Komunikasi yang intens
Konskuensi yang logis dari point 2 adalah terjadinya komunikasi yang intens diantara dua orang yang berpacaran. SMS-an dengan pacar yang tak putus selama 24 jam merupakan hal yang lumrah. Meski semua itu dilakukan hanya untuk membicarakan sesuatu yang tak bermanfaat sekalipun.
Saling telponan juga tak bisa dihindari. Sang pacar akan begitu bersemangat dalam mengusahakan punya pulsa. Meski tak makan dua hari, atau harus ngutang kepada temen, akan dilakukan asal tak putus komunikasi dengan pacar. Bicara ngalor ngidul berjam-jam bersama si pacar akan lebih dipilih ketimbang membaca buku pelajaran. Dsb.
Dari sinilah, karena interaksi yang terus menerus, ditambah dengan saling percaya –karena menganggap saling cinta—, komunikasinya menjadi lebih intim. Hingga kemudia hal-hal yang privat adalah biasa dibicarakan. Bahkan, (maaf) hingga bicara ukuran pakain dalampun tak ada yang salah dalam pacaran. Setidaknya ini yang pernah penulis temui. Nastaghfirullah!!!

Menghukumi Pacaran
Sebenarnya tidak terlalu susah untuk mendapati apa hukum dari pacaran jika kita dengan lapang dada mengikuti dalil-dalil syara’ terhadap rincian pacaran. Untuk itu penulis akan sedikit memaparkan bagaimana syari’at bicara rincian aktivitas pacaran. 

1.  Wajib Menjauhi Zina
Allah Maha Mengetahui, termasuk mengetahui tabiat manusia karena Dia lah yang menciptakan manusia beserta potensi di dalamnya, seperti Gharizah dan Kebutuhan Jasmani, serta akal. Allah tahu bahwa zina tidak akan terjadi tanpa ada yang menghantarkannya, seperti berpandangan, berpegangan, berpelukan, dan seterusnya hingga kemudian terjadi zina yang sesungguhnya. Wal iyadzubillah!
Oleh karena itu, dalam sebuah ayat, tepatnya di dalam surah Al Isra’ ayat 32, Allah telah memerintahkan manusia untuk menjauhi zina.
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’: 32)
Di dalam ayat ini, Allah telah mengharamkan segala perkara yang bisa menghantarkan kepada zina. Yang diperintahkan adalah “jangan mendekati”, artinya segala sesuatu yang “mendekati” zina adalah HARAM untuk dilakukan, atau bisa dipahami WAJIB “menjauhi” zina.
Pacaran bisa dengan sangat jelas kita sadari bahwa ia adalah aktivitas yang bisa menghantarkan kepada zina, atau setidak-tidaknya ia adalah perkara yang mendekati zina. Aktivitas memberi perhatian khusus, bercanda berdua, komunikasi yang intens dan intim, mengumbar kata-kata mesra dengan suara mendayu-dayu hingga jalan-jalan berdua, berpegangan tangan, berpelukan, berboncengan, dan berciuman kesemua ini adalah aktivitas yang mendekati zina, dan semuanya adalah perbuatan maksiyat yang diharamkan oleh Allah SWT.
Oleh karena itu, orang yang berpacaran pada hakikatnya telah masuk dalam jaring perangkap syetan. Yang tinggal menunggu waktu saja terserat ke dalam kubangan lumpur hina yang bernama zina.
Rasulpun telah mewanti-wanti bahwa anggota tubuh kita berpotensi melakukan zina. Dalam haditsnya, Rasulullah SAW bersabda bahwa kaki, mata, tangan, dan anggota tubuh lain bisa berzina, hingga pada akhirnya kemaluanlah yang membenarkannya (melakukan zina sebenarnya). Nabi bersabda:
Dari Abu Hurairah, dia berkata; Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Bersabda: “Setiap anak cucu Adam telah tertulis bagiannya dari zina, maka kedua mata berbuat zina dan zina mata adalah melihat, kedua tangan berzina dan zina kedua tangan adalah memegang, kedua kaki berzina dan zina kedua kaki adalah melangkah, mulut berzina dan zina mulut adalah mengucapkan, hati berharap dan berangan-angan, adapun kemaluan ia yang membenarkan atau mendustakannya.” (HR. Ahmad)
Hal ini dituturkan juga dalam riwayat Imam Bukhari dengan redaksi yang sedikit berbeda, namun beresensi sama.
"Tercatat atas anak Adam nasibnya dari perzinaan dan dia pasti mengalaminya. Kedua mata zinanya melihat, kedua teling zinanya mendengar, lidah zinanya bicara, tangan zinanya memaksa (memegang dengan keras), kaki zinanya melangkah (berjalan) dan hati yang berhazrat dan berharap. Semua itu dibenarkan (direalisir) oleh kelamin atau digagalkannya." (HR Bukhari). 

2. Larangan Berdua-duaan
Banyak sekali hadits-hadits Nabi yang dengan sharih melarang seorang laki-laki untuk ber-khalwat dengan wanita yang bukan mahromnya.
“Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan dengan wanita, kecuali disertai dengan mahramnya.” (Muttafaq ‘Alaih)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian berkhalwat (berdua-duaan) dengan seorang wanita karena sesungguhnya setan menjadi orang ketiga di antara mereka berdua.” (HR. Ahmad)
Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah ia berkhalwat (berdua-duaan) dengan seorang wanita tanpa ada mahram wanita tersebut karena setan menjadi orang ketiga di antara mereka berdua.” (HR. Ahmad)
Penulis merasa tak perlu panjang lebar bicara dalam konteks ini karena hadits-hadits nabi tanpa ada kesamaran dengan tegas melarang berkhalwat atau berdua-dua-an dengan wanita non mahram.
Yang jadi pertanyaan, bagaimana kalau kita apel ke rumah seorang wanita, dan dirumah itu kita ditemani oleh orang tuanya? Jawaban penulis: inilah rusaknya ummat saat ini. Orang tua banyak tidak mengerti perkara penting ini, hingga akhirnya apel dibiarkan terjadi dirumahnya dan dilakukan dihadapannya. Ingat, kebolehan berdua-duaan asal disertai mahroh bukan dalam konteks yang diharamkan seperti pacaran atau silaturahim niat pacaran, melainkan hanya dalam perkara-perkara yang dibolehkan secara syar’i, seperti ta’aruf, dsb. Jadi, tidak ada alasan untuk tetap berdua-duaan laki-laki non mahrom dengan seorang wanita jika tidak ada alasan yang syar’i. Allahu a’lam! 

3. Wajib Menundukan Pandangan
Seperti di dalam hadits yang telah penulis kutipkan, bahwa mata punya potensi untuk melakukan zina, yakni dengan malihat. Allah dan Rasul-Nya telah mewajibkan setiap orang yang beriman, baik laki-laki ataupun wanita agar menundukan pandangannya.
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya,.. “ (TQS. An-Nuur: 30-31)
Lihat lah, bagaimana Allah menyandingkan penjagaan terhadap mata dengan penjagaan terhadap kemaluan. Hal ini dikarenakan, perzinahan selalu didahului oleh pandangan mata. Dengan melihat maka manusia akan bangkit gharizahnya. Oleh karena itu, Syaikh Taqiyuddin An Nabhani di dalam Nidzamul Ijtima’i mengungkapkan bahwa dorongan seksual yang dihasilkan oleh naluri melestarikan keturunan –sebagaimana naluri yang lain— dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, termasuk apa yang kita lihat.
Jika pandangan ini tidak dijaga, maka hati manusia akan timbul keinginan dan khayalan yang menuntut kepuasan. Apabila ini terus menerus ada tanpa diredam, pada akhirnya zina akan berpeluang besar dipilih untuk memenuhi dorongan seksualnya itu. Na’udzubillah!
Rasulullah SAW bersabda, "Allah berfirman yang artinya, 'Penglihatan (melihat wanita) itu sebagai panah iblis yang sangat beracun, maka siapa mengelakkan (meninggalkannya) karena takut pada-Ku, maka Aku menggantikannya dengan iman yang dapat dirasakan manisnya dalam hatinya." (HR. Tabrani)
Rasulullah SAW berpesan kepada Ali bin Abi Thalib ra yang artinya:
"Hai Ali, Jangan sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan lainnya! Kamu hanya boleh pada pandangan pertama, adapun berikutnya tidak boleh." (HR Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi).
4. Perintah Menika Jika telah Mampu
Dalam sebuah hadist yang sudah popular, Rasulullah telah menghimbau kepada para pemuda yang mampu agar menikah, namun jika belum mampu maka pilihannya adalah berpuasa agar bisa menahan gejolak gharizah. Sabda Nabi:
"Hai para pemuda, siapa saja di antara kamu yang mampu untuk kawin, maka hendaklah ia kawin, karena kawin itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih memelihara kemaluan. Tetapi siapa yang tidak mampu kawin maka hendaklah ia berpuasa karena puasa itu dapat mengurangi syahwat." (HR. Bukhari – Muslim)
Perhatikan hadits ini baik-baik! Menikah adalah solusi yang diperintahkan Nabi kepada para pemuda yang memiliki syahwat, dengan catatan ia telah mampu. Mampu secara fisik, materi, hingga mental –ukuran mampu bisa saja berbeda pada setiap orang. Adapun jika tidak mampu, maka wajib bagi para pemuda untuk menahan diri dengan barpuasa. Dan tidak ada pilihan lain selain menikah atau puasa (menahan diri). Tidak ada pilihan pacaran, tidak ada pilihan TTM (Teman Tapi Mesra), apalagi pilihan berzina jelas tidak mungkin ada.

Khatimah: Pacaran Hukumnya Haram!
Dari semua uraian ini, tidak ada celah sedikitpun bagi “halal”nya pacaran. Dengan memperhatikan rincian pacaran, dan hukum syara’ berkaitan dengan rincian dari aktivitas pacaran, maka kesimpulannya bisa kita dapati bahwa semuanya bertentangan dengan syari’at, sehingga pacaran –baik yang konvensional hingga yang berlabel islami— juga bertentangan dengan syari’at. Artinya HARAM bagi orang beriman kepada Allah dan Rasul, serta hari akhir untuk berpacaran.
Ingatlah, iman kita menuntut kita untuk tunduk kepada ketentuan yang telah diturunkan oleh Allah SWT, hal ini agar bisa mendapatkan keuntungan di dunia dan akhirat.
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul memutuskan (perkara) di antara mereka ialah ucapan “kami mendengar dan kami taat.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (TQS. An-Nuur: 51)
Sebaliknya, bagi yang melalaikan peringatan Allah dan Rasul-Nya serta memperturutkan hawa nafsunya maka sungguh diakhirat akan dihimpun dalam keadaan buta, siksa neraka yang amat pedih telah menunggunya, dan di dunia hanya akan mendapatkan kehidupan yang sempit.
“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunnya pada harikiamat dalam keadaan buta.” (TQS. Thaha: 124)
Inilah hidup, dan hidup adalah pilihan. Pilihan ada ditangan masing-masing kita. Jangan lupa bahwa setiap pilihan ada konsekuensinya, sehingga berhati-hatilah dalam memilih pilihan. Tentu saja, hanya orang waras yang akan memilih mentaati Allah dan Rasul-Nya. Allahu Akbar!

Print Friendly and PDF

Ditulis Oleh : Muhammad Tohir // 23.23
Kategori:

3 komentar :

  1. Assalamu'alaikum...
    Ada artikel ttg ilmu pengetahuan dalam islam gx???


    jazakumullah :)


    This is my bLog : http://sulastrialkhanza.blogspot.com/

    BalasHapus
  2. Nice ρоѕt. Ι was сheckіng constantly this blоg
    and I'm impressed! Very helpful info specially the last part :) I care for such information much. I was looking for this particular information for a long time. Thank you and best of luck.

    Feel free to visit my website; http://opinionenergies.com/polenergies/link/9927

    BalasHapus
  3. I every time spent my half an hour to read this weblog's articles all the time along with a mug of coffee.

    Also visit my website - Khidmat Negara My Utama

    BalasHapus

Ikhwah fillah, mohon dalam memberikan komentar menyertakan nama dan alamat blog (jika ada). Jazakumullah khairan katsir

 
Semua materi di Blog Catatan Seorang Hamba sangat dianjurkan untuk dicopy, dan disebarkan demi kemaslahatan ummat. Dan sangat disarankan untuk mencantumkan link ke Blog Catatan Seorang Hamba ini sebagai sumber. Untuk pembaca yang ingin melakukan kontak bisa menghubungi di HP: 082256352680.
Jazakumullah khairan katsir.