Oleh Muhammad Salim At-Tohiry
Latar Belakang
Tidak
bisa dipungkiri bahwa pacaran menjadi hal yang lazim di zaman sekarang.
Hampir lucu bahkan jika ada orang yang tidak pernah pacaran, apalagi
tidak tahu apa itu pacaran. Setidaknya begitulah keadaannya. Bahkan
penulis pernah secara tidak sengaja menemukan stiker di slebor belakang
sebuah sepeda motor yang bertuliskan, “Ujar Mama, jangan bulik mun balum
dapat pacar” atau dalam bahasa Indonesia, “Kata mama, jangan pulang
kalau belum dapat pacar”. Astaghfirullah! Sebegitu rusaknya ummat, dan
ini nyata.
***
Empat
malam yang lalu, secara tidak sengaja penulis melihat diskusi seru
beberapa temen fb yang bicara seputar pacaran. Diawali dari sebuah
status yang menceritakan sebuah “kesakit-hatian” seseorang karena ada
dua insan berbeda jenis, secara illegal saling memanggil “mamah-papih”,
hingga “ummi-abi”. Dalam status tersebut, si pembuat status merasa geram
dengan tingkah laku ini. Yang kemudian dia membuat simpulan, bahwa
Pacaran Haram. Baik yang konvensional hingga yang berbalut label islami.
Sebagian
komentator sepakat, namun ternyata tak semua. Ada seorang komentator
yang kemudian mengajak pembuat status agar tidak melakukan simplistic
terhadap kasus pacaran. Yang pada intinya, ia ingin mengungkap bahwa
kita harus tahu dari mana kesimpulan Pacaran Haram itu didapat.
Menurutnya, kita –apalagi pengemban dakwah— tidak boleh bertaklid. Saya
rasa ini nasihat yang bagus! Sang komentator inipun kemudian menyatakan
bahwa dirinya termasuk yang mengharamkan pacaran, hanya saja
–menurutnya— kita tidak bisa menyalahkan orang lain yang membolehkan
pacaran yang islami.
Masih
menurut sang komentator, banyak ulama yang membolehkan pacaran.
Diantaranya Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Ibnu Hazm, dan ulama’-ulama’ lain
(?). Kemudian dia mengungkapkan bagaimana Ibnu Qayyim banyak menggunakan
kata “pacaran” didalam kitab beliau yang berjudul, Raudhatul Muhibbiin, yang diterjemahkan dengan judul Taman Orang-orang Jatuh Cinta,
terj. Bahrun AI Zubaidi, Lc (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2006). Meski
kemudian diketahui sang komentator ini ternyata mengcopy paste dari
sebuah blog!
Dari sinilah penulis tertarik untuk membuat tulisan mengupas seputar pacaran. Dengan harapan bisa meng-clear-kan permasalahan ini. Bi idznillah, insya Allah!
Definisi dan Fakta Pacaran Secara Umum
Mengetahui
definisi dan fakta sebuah bahasan penting, agar tidak terjadi kesalahan
dalam memberikan hukum padanya. Karena beda objek, beda hukumnya!
Secara
bahasa, pacaran berasal dari kata “pacar” yang mendapatkan imbuhan
berupa akhiran “–an”. Kata “pacar” sendiri artinya “teman lawan jenis
yang tetap dan mempunya hubungan berdasarkan cinta kasih”. Di dalam
kamus Bahasa Indonesia, “Pacaran” sinonim dengan “berpacaran” yang
memiliki arti “bercintaan”, “berkasih-kasihan”. Dicontohkan, “kedua
remaja itu sudah berpacaran sejak mereka duduk di kelas tiga sekolan
menengah tingkat atas.” (KBBI Android 2.1, data kamus dari Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional)(lihat juga http://www.artikata.com/arti-343151-pacar.html).
Dari
sini bisa kita lihat bahwa aktivitas pacaran bisa diartikan sebagai
sebuah aktivitas berkasih-kasihan antara dua lawan jenis yang belum
diikat oleh pernikahan. Selain dari definisi ini maka itu bukan pacaran.
Misal, berkasih-kasihanan antar suami dan isteri, dan sebagainya tidak
bisa diartikan sebagai pacaran. Oleh karena itu pula, penulis sebenarnya
tidak sepakat misal dengan slogan “pacaran setelah menikah” karena
faktanya berbeda. Kalaupun yang dimaksud adalah sebatas berkasih-kasihan
pada suami isteri, selayaknya digunakan tanda baca yang menunjukan itu
bukan konotasi yang sebenarnya, dengan mengguanakan tanda kutip
misalnya.
Inti Pacaran
Dari
definisi diatas, ditambah pengamatan ala kadarnya, penulis mendapati
ada beberapa point inti didalam pacaran. Dan ini sangan minimal, artinya
ada pacaran yang melebihi point-point ini. Adapun inti pacaran antara
lain:
1. Ada serah-terima perasaan
1. Ada serah-terima perasaan
Dua
orang layak dikatan saling berpacaran jika ada “ijab-qabul” diantara
keduanya. Dalam bahasa sekarang, ada proses “menembak”. Karena jika hal
ini tidak ada, maka sulit –untuk tidak mengatakan tidak mungkin— bisa
diketahui dua orang saling memiliki perasaan suka. Jika anda pernah
menonton film sinetron akan tahu bahwa ini adalah “syarat sah”
berpacaran. Ungkapannya bisa secara lisan, seperti “aku cinta kamu”,
“maukah jadi pacarku?”, dsb. Dan jika diterima oleh pasangannya akan
dibalas dengan ungkapan, “aku juga”, “aku mau jadi pacarmu”, dsb.
Tapi
apakah “syarat” ini harus selalu diterima dengan ungkapan lisan?
Jawabannya, tidak. Bisa saja seseorang yang ditembak tidak menjawab
secara lisan, hanya diam saja misal, namun aktivitasnya lah yang
menunjukan dia menerima. Yang pasti, jika keduanya saling suka dan
sama-sama mengetahui hal itu, maka akan saling mengungkapkan perasaan
masing-masing. Jika ini telah terjadi, status merekapun “sah” sebagai
pacar.
Oleh
karena, jika ada seseorang yang mengunkap perasaan sukanya –biasanya
oleh sang lelaki— kepada orang lain, namun kemudian ditolak, tidak ada
sebutan pacaran bagi keduanya.
2. Ada perhatian khusus
2. Ada perhatian khusus
Pacaran
tidak cukup sampai saling mengungkapkan perasaan saja. Status pacaran
yang telah didapat oleh dua orang lawan jenis akan diikuti oleh saling
memberikan perhatian lebih kepada pasangannya. Hal ini dilakukan sebagai
bukti untuk menunjukan bahwa pasangannya benar-benar cinta. Dalam
aktivitas ini, sang pacar akan dengan teliti “menjaga” pacarnya.
Karenanya menjadi hal yang lumrah di dalam pacaran kita dapati orang
yang berpacaran menanyakan hal-hal yang remeh temeh dan tidak penting.
Misal, sudah mandi, sudah makan, atau bahkan bagi yang berlabel “islami”
sang pacar akan bertanya seputar ibadah, seperti sudah shalat apa
belum, member nasihat, saling membangunkan tengah malam untuk qiyamul
lail dan sahur untuk shaum sunnah, dsb.
3. Komunikasi yang intens
3. Komunikasi yang intens
Konskuensi
yang logis dari point 2 adalah terjadinya komunikasi yang intens
diantara dua orang yang berpacaran. SMS-an dengan pacar yang tak putus
selama 24 jam merupakan hal yang lumrah. Meski semua itu dilakukan hanya
untuk membicarakan sesuatu yang tak bermanfaat sekalipun.
Saling
telponan juga tak bisa dihindari. Sang pacar akan begitu bersemangat
dalam mengusahakan punya pulsa. Meski tak makan dua hari, atau harus
ngutang kepada temen, akan dilakukan asal tak putus komunikasi dengan
pacar. Bicara ngalor ngidul berjam-jam bersama si pacar akan lebih
dipilih ketimbang membaca buku pelajaran. Dsb.
Dari
sinilah, karena interaksi yang terus menerus, ditambah dengan saling
percaya –karena menganggap saling cinta—, komunikasinya menjadi lebih
intim. Hingga kemudia hal-hal yang privat adalah biasa dibicarakan.
Bahkan, (maaf) hingga bicara ukuran pakain dalampun tak ada yang salah
dalam pacaran. Setidaknya ini yang pernah penulis temui.
Nastaghfirullah!!!
Menghukumi Pacaran
Sebenarnya
tidak terlalu susah untuk mendapati apa hukum dari pacaran jika kita
dengan lapang dada mengikuti dalil-dalil syara’ terhadap rincian
pacaran. Untuk itu penulis akan sedikit memaparkan bagaimana syari’at
bicara rincian aktivitas pacaran.
1. Wajib Menjauhi Zina
1. Wajib Menjauhi Zina
Allah
Maha Mengetahui, termasuk mengetahui tabiat manusia karena Dia lah yang
menciptakan manusia beserta potensi di dalamnya, seperti Gharizah
dan Kebutuhan Jasmani, serta akal. Allah tahu bahwa zina tidak akan
terjadi tanpa ada yang menghantarkannya, seperti berpandangan,
berpegangan, berpelukan, dan seterusnya hingga kemudian terjadi zina
yang sesungguhnya. Wal iyadzubillah!
Oleh
karena itu, dalam sebuah ayat, tepatnya di dalam surah Al Isra’ ayat
32, Allah telah memerintahkan manusia untuk menjauhi zina.
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’: 32)
Di
dalam ayat ini, Allah telah mengharamkan segala perkara yang bisa
menghantarkan kepada zina. Yang diperintahkan adalah “jangan mendekati”,
artinya segala sesuatu yang “mendekati” zina adalah HARAM untuk
dilakukan, atau bisa dipahami WAJIB “menjauhi” zina.
Pacaran
bisa dengan sangat jelas kita sadari bahwa ia adalah aktivitas yang
bisa menghantarkan kepada zina, atau setidak-tidaknya ia adalah perkara
yang mendekati zina. Aktivitas memberi perhatian khusus, bercanda
berdua, komunikasi yang intens dan intim, mengumbar kata-kata mesra
dengan suara mendayu-dayu hingga jalan-jalan berdua, berpegangan tangan,
berpelukan, berboncengan, dan berciuman kesemua ini adalah aktivitas
yang mendekati zina, dan semuanya adalah perbuatan maksiyat yang
diharamkan oleh Allah SWT.
Oleh
karena itu, orang yang berpacaran pada hakikatnya telah masuk dalam
jaring perangkap syetan. Yang tinggal menunggu waktu saja terserat ke
dalam kubangan lumpur hina yang bernama zina.
Rasulpun
telah mewanti-wanti bahwa anggota tubuh kita berpotensi melakukan zina.
Dalam haditsnya, Rasulullah SAW bersabda bahwa kaki, mata, tangan, dan
anggota tubuh lain bisa berzina, hingga pada akhirnya kemaluanlah yang
membenarkannya (melakukan zina sebenarnya). Nabi bersabda:
Dari
Abu Hurairah, dia berkata; Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam Bersabda: “Setiap anak cucu Adam telah tertulis bagiannya dari
zina, maka kedua mata berbuat zina dan zina mata adalah melihat, kedua
tangan berzina dan zina kedua tangan adalah memegang, kedua kaki berzina
dan zina kedua kaki adalah melangkah, mulut berzina dan zina mulut
adalah mengucapkan, hati berharap dan berangan-angan, adapun kemaluan ia
yang membenarkan atau mendustakannya.” (HR. Ahmad)
Hal ini dituturkan juga dalam riwayat Imam Bukhari dengan redaksi yang sedikit berbeda, namun beresensi sama.
"Tercatat
atas anak Adam nasibnya dari perzinaan dan dia pasti mengalaminya.
Kedua mata zinanya melihat, kedua teling zinanya mendengar, lidah
zinanya bicara, tangan zinanya memaksa (memegang dengan keras), kaki
zinanya melangkah (berjalan) dan hati yang berhazrat dan berharap. Semua
itu dibenarkan (direalisir) oleh kelamin atau digagalkannya." (HR Bukhari).
2. Larangan Berdua-duaan
2. Larangan Berdua-duaan
Banyak
sekali hadits-hadits Nabi yang dengan sharih melarang seorang laki-laki
untuk ber-khalwat dengan wanita yang bukan mahromnya.
“Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan dengan wanita, kecuali disertai dengan mahramnya.” (Muttafaq ‘Alaih)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah
salah seorang di antara kalian berkhalwat (berdua-duaan) dengan seorang
wanita karena sesungguhnya setan menjadi orang ketiga di antara mereka
berdua.” (HR. Ahmad)
“Barang
siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah ia
berkhalwat (berdua-duaan) dengan seorang wanita tanpa ada mahram wanita
tersebut karena setan menjadi orang ketiga di antara mereka berdua.” (HR. Ahmad)
Penulis
merasa tak perlu panjang lebar bicara dalam konteks ini karena
hadits-hadits nabi tanpa ada kesamaran dengan tegas melarang berkhalwat
atau berdua-dua-an dengan wanita non mahram.
Yang
jadi pertanyaan, bagaimana kalau kita apel ke rumah seorang wanita, dan
dirumah itu kita ditemani oleh orang tuanya? Jawaban penulis: inilah
rusaknya ummat saat ini. Orang tua banyak tidak mengerti perkara penting
ini, hingga akhirnya apel dibiarkan terjadi dirumahnya dan dilakukan
dihadapannya. Ingat, kebolehan berdua-duaan asal disertai mahroh bukan
dalam konteks yang diharamkan seperti pacaran atau silaturahim niat
pacaran, melainkan hanya dalam perkara-perkara yang dibolehkan secara
syar’i, seperti ta’aruf, dsb. Jadi, tidak ada alasan untuk tetap
berdua-duaan laki-laki non mahrom dengan seorang wanita jika tidak ada
alasan yang syar’i. Allahu a’lam!
3. Wajib Menundukan Pandangan
3. Wajib Menundukan Pandangan
Seperti
di dalam hadits yang telah penulis kutipkan, bahwa mata punya potensi
untuk melakukan zina, yakni dengan malihat. Allah dan Rasul-Nya telah
mewajibkan setiap orang yang beriman, baik laki-laki ataupun wanita agar
menundukan pandangannya.
“Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih
suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka
perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan kemaluannya,.. “ (TQS. An-Nuur: 30-31)
Lihat
lah, bagaimana Allah menyandingkan penjagaan terhadap mata dengan
penjagaan terhadap kemaluan. Hal ini dikarenakan, perzinahan selalu
didahului oleh pandangan mata. Dengan melihat maka manusia akan bangkit
gharizahnya. Oleh karena itu, Syaikh Taqiyuddin An Nabhani di dalam Nidzamul Ijtima’i
mengungkapkan bahwa dorongan seksual yang dihasilkan oleh naluri
melestarikan keturunan –sebagaimana naluri yang lain— dipengaruhi oleh
faktor-faktor eksternal, termasuk apa yang kita lihat.
Jika
pandangan ini tidak dijaga, maka hati manusia akan timbul keinginan dan
khayalan yang menuntut kepuasan. Apabila ini terus menerus ada tanpa
diredam, pada akhirnya zina akan berpeluang besar dipilih untuk memenuhi
dorongan seksualnya itu. Na’udzubillah!
Rasulullah SAW bersabda,
"Allah berfirman yang artinya, 'Penglihatan (melihat wanita) itu
sebagai panah iblis yang sangat beracun, maka siapa mengelakkan
(meninggalkannya) karena takut pada-Ku, maka Aku menggantikannya dengan
iman yang dapat dirasakan manisnya dalam hatinya." (HR. Tabrani)
Rasulullah SAW berpesan kepada Ali bin Abi Thalib ra yang artinya:
"Hai
Ali, Jangan sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan lainnya!
Kamu hanya boleh pada pandangan pertama, adapun berikutnya tidak boleh."
(HR Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi).
4. Perintah Menika Jika telah Mampu
Dalam
sebuah hadist yang sudah popular, Rasulullah telah menghimbau kepada
para pemuda yang mampu agar menikah, namun jika belum mampu maka
pilihannya adalah berpuasa agar bisa menahan gejolak gharizah. Sabda Nabi:
"Hai
para pemuda, siapa saja di antara kamu yang mampu untuk kawin, maka
hendaklah ia kawin, karena kawin itu lebih menundukkan pandangan, dan
lebih memelihara kemaluan. Tetapi siapa yang tidak mampu kawin maka
hendaklah ia berpuasa karena puasa itu dapat mengurangi syahwat." (HR. Bukhari – Muslim)
Perhatikan
hadits ini baik-baik! Menikah adalah solusi yang diperintahkan Nabi
kepada para pemuda yang memiliki syahwat, dengan catatan ia telah mampu.
Mampu secara fisik, materi, hingga mental –ukuran mampu bisa saja
berbeda pada setiap orang. Adapun jika tidak mampu, maka wajib bagi para
pemuda untuk menahan diri dengan barpuasa. Dan tidak ada pilihan lain
selain menikah atau puasa (menahan diri). Tidak ada pilihan pacaran,
tidak ada pilihan TTM (Teman Tapi Mesra), apalagi pilihan berzina jelas
tidak mungkin ada.
Khatimah: Pacaran Hukumnya Haram!
Dari
semua uraian ini, tidak ada celah sedikitpun bagi “halal”nya pacaran.
Dengan memperhatikan rincian pacaran, dan hukum syara’ berkaitan dengan
rincian dari aktivitas pacaran, maka kesimpulannya bisa kita dapati
bahwa semuanya bertentangan dengan syari’at, sehingga pacaran –baik yang
konvensional hingga yang berlabel islami— juga bertentangan dengan
syari’at. Artinya HARAM bagi orang beriman kepada Allah dan Rasul, serta
hari akhir untuk berpacaran.
Ingatlah,
iman kita menuntut kita untuk tunduk kepada ketentuan yang telah
diturunkan oleh Allah SWT, hal ini agar bisa mendapatkan keuntungan di
dunia dan akhirat.
“Sesungguhnya
jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan
rasul-Nya agar rasul memutuskan (perkara) di antara mereka ialah ucapan
“kami mendengar dan kami taat.” Dan mereka itulah orang-orang yang
beruntung.” (TQS. An-Nuur: 51)
Sebaliknya,
bagi yang melalaikan peringatan Allah dan Rasul-Nya serta
memperturutkan hawa nafsunya maka sungguh diakhirat akan dihimpun dalam
keadaan buta, siksa neraka yang amat pedih telah menunggunya, dan di
dunia hanya akan mendapatkan kehidupan yang sempit.
“Dan
barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya
baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunnya pada
harikiamat dalam keadaan buta.” (TQS. Thaha: 124)
Inilah
hidup, dan hidup adalah pilihan. Pilihan ada ditangan masing-masing
kita. Jangan lupa bahwa setiap pilihan ada konsekuensinya, sehingga
berhati-hatilah dalam memilih pilihan. Tentu saja, hanya orang waras
yang akan memilih mentaati Allah dan Rasul-Nya. Allahu Akbar!
Assalamu'alaikum...
BalasHapusAda artikel ttg ilmu pengetahuan dalam islam gx???
jazakumullah :)
This is my bLog : http://sulastrialkhanza.blogspot.com/
Nice ρоѕt. Ι was сheckіng constantly this blоg
BalasHapusand I'm impressed! Very helpful info specially the last part :) I care for such information much. I was looking for this particular information for a long time. Thank you and best of luck.
Feel free to visit my website; http://opinionenergies.com/polenergies/link/9927
I every time spent my half an hour to read this weblog's articles all the time along with a mug of coffee.
BalasHapusAlso visit my website - Khidmat Negara My Utama