- Malam jam 22.00 (kamis malam jumat: 11 Nov 2010) kurir polisi telah menyerahkan surat penahanan dan pemeberitauan penahanan yang penuh kejanggalan —menurut versi TPM solo— BUKAN SURAT Penggeledahan.
- Kejanggalan berikutnya pengacara yang bernama Asludin Hatjani, yang bertanda tangan pada surat penahanan dan pemberitahuan penahanan . Yang selama ini pengacara tersebut di kenal orangnya Densus88, hal ini menjelaskan orang yang ditahan tidak ada pilihan dan Densus 88 punya kepentingan untuk memuluskan semua narasi yang dibangun ditambah lagi tidak ada nama terang dari kurir yang menyerahkan surat.
- Pasalnya adalah pasal pidana bukan pasal tindak pidana terorisme yaitu terkait kepemilikan peluru tapi yang menandatangani surat adalah ketua Densus88, dan jika pasalnya adalah pasal tersebut , tetapi kenapa penahanan atas dasar laporan polisi bukan laporan warga.
- TPM tidak bisa kases ke BN di tahanan agar bisa mengalihkan advokasinya dari Asludin ke TPM resmi. Dan BN hanya bisa di temui oleh istri dan keluarga inti dengan pengawasan dan kontrol ketat dari Densus 88.
- Terlihat dan tersirat modus standart aparat untuk menangkap 'target' dengan cara di fitnah atau di jebak dengan 'barang bukti' yang sengaja di tanam atau dengan modus jebakan.
- Dan apa yang di sampaikan oleh Komnas HAM, tentang tindakan Densus88 terindikasi kuat melakukan pelanggaran serius terhadap HAM, turbaca ulang dalam kasus BN.
- Hari selasa tgl 9 bovember 2010, waktu berkisar pukul 11.00 wib, siang, BN balik dari kantor beacukai ambil pesanan barang dari pelanggan bisnisnya, tepat di depan daerah BTC (Beteng Trade Center) daerah Gladak yang tidak jauh dari rumah orang tua “BN” yaitu sangkrah, sebenarnya ada beberapa saksi teman-teman BN di sangkrah yang melihat proses penangkapan BNi, yang pada saat di lokasi mereka jualan di daerah penangkapan, jadi pada awalnya, BN sampai depan Beteng, BN langsung dicegat oleh orang-orang bersenjata dengan mengenakan penutup muka, setelah dicegat BN di dorong dan dibungkam hingga mencium aspal, pada saat itu terjadi aksi pemukulan yang beruntun dilakukan mereka, bahkan kepalanya juga ikut ditendang, melihat aksi itu, teman-teman masa kecil BN daerah sangkrah yang saat itu jualan, bilang "anggih-anggih... sambil mereka berusaha mendekati gerombolan Densus 88, dengan tujuan mau memukul Densus 88," saat itu Densus 88 langsung dengan segera masuk mobil dan lari dari kejaran massa yang memang kenal dengan BN. Kemudian BN ditutup matanya menggunakan lakban hitam dan selama dalam mobil dipukul terus sampai mengalami sakit (BN punya riwayat asma dan jantung), kemudian digiring ke hotel, tapi tidak tahu hotel apa, karena disekap dan mata ditutup lakban, perkiraan masih daerah Solo, selama di hotel, BN dipukulin dan akhirnya lakban dibuka, pada saat dibuka BN ditunjukin data orang-orang DPO mereka yang dianggap terlibat jaringan teroris dan BN menjawab tidak mengenal mereka sama sekali saat dilihatkan wajah-wajahnya, bahkan tidak tahu itu jaringan mana saja, ketika mendengar jawaban BN seperti itu, mereka masih tetap memukul, istilahnya ingin terus memaksa BN bicara, padahal aslinya BN bilang dia tidak kenal siapapun yang ditunjukan Densus 88. Setelah itu sampai keesokan harinya masih di Solo, cerita kedzaliman ini berlanjut.
- BN digiring ke rumah kontrakannya di daerah Semanggi sekitar pukul 05.55 wib, dan waktu itu istri BN pergi/berangkat ke rumah mertua sekitar jam 05.30 wib, jadi rumah dalam keadaan kosong tidak ada penghuni. Saat proses penggeledahan, yang menjadi saksi adalah bapak RT, Siskamling dan perwakilan dari RW, pertama kali yang mereka lakukan adalah menahan BN tetap berada di dalam mobil mereka, kemudian mereka bertanya, di mana barang-barang rumah di simpan, BN jawab di garasi rumahnya, setelah itu mereka turun duluan dan BN dibiarkan dalam mobil, pada saat memulai penggeledahan rumah, saksi-saksi tadi tidak ada yang ikut, jadi mereka masuk duluan dengan memaksa membuka pintu rumah sampai rusak dan mencari sasaran yang mereka inginkan (yaitu peluru-peluru), dalam waktu 15 menit mereka keluar dan memanggil beberapa saksi dan wartawan untuk masuk termasuk BN juga disuruh masuk, dan digiring ke gudang, dan didapatkan dari dalam gudang tas ransel warna biru berisi peluru AK 47 dan sarung pistol jumlahnya lebih kurang 500 butir, pada saat itu dari versi RT ada keganjilan saat pengakuan BN waktu terjadi penggeledahan yaitu BN bilang; “saya tidak tahu posisi barang-barang di gudang” (dikonfirmasi ke istri BN, memang BN tidak ikut proses pindah-pindah barang saat BN bersama istri pindah kontrak ke rumah yang menjadi TKP), dan BN tidak mengetahui keberadaan tas itu bahkan peluru-peluru AK 47, disini letak keganjilan adanya konspirasi dan skenario mereka. Karena dari info yang akurat bahwa tas yang berisi peluru itu sudah dikembalikan ke pemiliknya, dan itu diadakan kembali saat penggeledahan. Sedangkan peluru yang pernah ingin dikembalikan BN ke 'ipung' —dugaan kuat orang binaan Densus 88— waktu usaha warnet BN masih ada sekitar dua tahun lalu, itu jenis peluru kecil yang ukuran 9 mm, dan ketika 'ipung' pernah sekali datang ke warnet, dan BN niat mengembalikan dan mengasihkannya ke ipung, tapi saat itu ipung menolak (karena dugaan kuat sudah jadi kaki tangan Densus 88). BN memang sempat bingung, harus diapakan, dan informasi terakhir dari keluarga BN, peluru itu sudah dibuang saat kelahiran anak BN bersama istrinya Fiqa, dengan nama rayyan sekitar tahun 2009, tepatnya bulan Ramadhan bersamaan saat membuang ari-ari jabang bayi.
- Dugaan selama investigasi, mungkin peluru yang dibuang masih ada yang tersisa dan inilah yang menjadi incaran Densus 88 selama ini. Karena saat keluarga BN besuk kali pertama ke tahanan Polda Metro Jaya, Densus 88 sempat menanyakan ke orang tua BN; di mana sisa-sisa peluru dan dari teman-teman BN (gilang, fajar, abdil) yang sempat juga besuk ke BN. Dan tiga orang kawan BN yang besuk ini juga sempat di-'introgasi' dan menanyakan hal yang sama tentang peluru. Jadi terindikasi bahwa barang dan tas itu mereka (aparat sendiri) yang adakan, di sisi lain mereka juga ingin mengetahui keberadaan peluru-peluru yang dibuang.
