10 Desember 2009

ANAK-ANAK NEGERI INI

Sore itu saya menghadiri acara “Mimbar Dakwah” yang diadakan oleh LDK Al-Fatih Fakultas Syari’ah. Karena acara selesai menjelang maghrib,maka kuputuskan untuk shalat maghrib di mesjid kampus. Ba’da maghrib kukayuh sepeda yang kupinjam dari seorang teman ini untuk pulang menuju kos.
Saat ku keluar kawasan kampus, setelah melewati gerbang kampus, ku berpapasan dengan beberapa anak-anak yang berjalan berpasangan. Kulihat kaki mereka tanpa alas. Diantara mereka juga ada yang merokok. Masing-masing dari mereka membawa sebuah benda yang jika kita melihatnya pasti kita akan mengerti apa gunanya.
“Kecek-kecek”, begitu aku menyebut benda itu. Benda yang terbuat dari tutup botol yang dipipihkan dan dipakukan pada sebatang kayu yang mempunyai panjang kira-kira 20-40 cm itu sudah sering kulihat. Kita semua pun pasti tahu apa fungsi dari benda itu. Ya, benda itu digunakan untuk mengiring kita dalam bernyanya. Cukup dengan menggoyang-goyangnya maka akan menghasilkan suara kecek-kecek. Itulah sebabnya kenapa kumenyebut benda itu dengan nama kecek-kecek, seperti bunyi yang dihasilkannya.
Tanpa bertanya, kusadar bahwa mereka adalah para pengamen. Mereka mencari rizki dengan menggelar “konser” dadakan di warung-warung makan yang ada di tepi jalan, walaupun harus menjadi Jailangkung, datang tak diundang - pulang tak diantar. Mereka mengulang konser yang sama diwarung-waurng yang lain sepanjang jalan itu.
Dengan suara “emas” yang mereka milik, dan tentu dengan “gitar” kecek-keceknya, mereka bernyanyi tanpa diminta. Beberapa menit mereka bernyanyi, mereka kemudian menyodorkan topi yang dibalik atau kaleng kosong dengan harapan akan ada yang membalas jasa mereka karena telah menghibur orang-orang yang ada ditempat itu. Mungkin mereka tak berharap banyak, “seribu juga cukup”, begitu kira-kira gumam mereka. Walaupun tentu mereka tak akan menolak jika ada yang member lebih.
Ini merupakan pemandangan yang sudah wajar di kota-kota besar di Indonesia. Untuk Banjarmasin, ini merupakan tren yang baru “naik daun”. Sebelum tren ini, telah lama hidup saudara tua dari mengamen, yakni mengemis.
Dalam pandanganku, antara mengamen dan mengemis adalah satu jenis pekerjaan yang sama, yakni “menadahkan tangan”. Hanya saja ada perbedaan yang membuat kita tak menyamakannya. Mengamen itu lebih “professional” karena menjual kebolehan dalam mengolah suara, bandingkan dengan mengemis yang tak melakukan apa-apa namun mengharap belas-kasih-iba orang.
Saya bukan sedang berbicara bagaimana mereka “menadahkan tangan”?! tapi lebih dari itu, saya mengajak kita semua untuk berpikir dan menjawab pertanyaan, kenapa mereka “menadahkan tangan”?!
Saya sangat sedih melihat semua kenyataan ini. Mereka adalah anak-anak yang dalam perkiraanku mempunyai usia berkisar 8-12 tahun. Usia yang masih kanak-kanak, namun harus menjalani hidup yang keras sebagai anak jalanan. Padahal mereka adalah bibit pemimpin yang diharapkan bisa membuat perubahan di masa depan.
Seharusnya mereka sedang menikmati lezatnya membaca al-Quran bersama keluarga mereka. Semestinya mereka sedang tenggelam dalam asyiknya belajar.
Yang lebih membuat hati ini sakit adalah kenyataan bahwa mereka hidup di suatu negeri yang kaya akan alamnya. Mereka hidup disebuah negeri yang karena kesuburan dan keindahannya orang-orang memberi sebutan negeri itu sebagai Zambrut Katulistiwa. Sungguh ironis!
Kemana limpahan rizki yang diberikan Tuhan kepada negeri ini? Emas, minyak, batu bara, kemana uang hasil penjualan benda-benda itu? Siapa sebenarnya yang lebih berhak menikmati kesejahteraan dari semua itu, rakyat kecil atau mereka yang menjadi “penanggung jawab” negeri ini? Atau para pemilik modal yang telah membeli negeri ini?
Beginilah akibat jika negeri ini mengatur hidupnya dengan aturan-aturan buatan manusia! Aturan itu hanya akan mensejahterakan sebagian kecil rakyat. Kondisi yang “mengenaskan” ini akibat dari lalainya kita terhadap peringatan Allah swt.
Sungguh saudaraku, tak ada aturan dalam mengelola negeri ini yang dapat membuat hidup kita tenang dan tentram kecuali aturan yang turun dari pemilik alam ini. Karena Allah Maha Tahu apa yang terbaik untuk makhluk-Nya!
Akhirnya kuhanya bisa menarik nafas dan berdoa, semoga kita kembali pada syari’atnya. Semoga anak-anak jalanan itu bisa menikmati hidup mereka yang seharusnya. Semoga…!!!



Print Friendly and PDF

Ditulis Oleh : Muhammad Tohir // 22.04
Kategori:

0 komentar :

Posting Komentar

Ikhwah fillah, mohon dalam memberikan komentar menyertakan nama dan alamat blog (jika ada). Jazakumullah khairan katsir

 
Semua materi di Blog Catatan Seorang Hamba sangat dianjurkan untuk dicopy, dan disebarkan demi kemaslahatan ummat. Dan sangat disarankan untuk mencantumkan link ke Blog Catatan Seorang Hamba ini sebagai sumber. Untuk pembaca yang ingin melakukan kontak bisa menghubungi di HP: 082256352680.
Jazakumullah khairan katsir.