Oleh Muhammad Tohir
Din Islam adalah din yang dibangun diatas aqidah islam. Aqidah menjadi “stempel” tanda ia adalah ikatan. Ukhuwah merupakan jalinan persaudaraan. Tak memandang apakah ia sekufu atau tidak. Tapi ia ditanya, “apakah engkau islam?”. Begitulah islam, agama persatuan. Persatuan yang nyata, tak sekedar kata.
Tapi sayang berjuta sayang, ukhuwah menjadi sebuah rintihan bagi sebagian ummat Muhammad Rasulullah SAW ini. Ikatan persaudaraan lepas menjadi ikatan kebangsaan dan kesukuan, bak binatang sejenis. Tak ada rasa bersalah karena tak ambil pusing ketika orang lain –yang hakikatnya merupakan saudaranya— memanggil menjerit sedih, memohon uluran bantuan dari orang-orang yang diharap peduli. Mereka bahagia dan tertawa tanda kepekaan rasa yang telah diajarkan agama telah tiada. Entah kenapa, apakah karena telah lupa? Atau memang ia tak pernah tahu ukhuwah itu apa?
Hari ini, detik ini, perang antara Islam dan kafir, antara hak dan batil telah dan terus dikobarkan. Genderang telah lama ditabuh. Kaum muslimin di seluruh pelosok dunia tengah berjihad melawan kaum kafir. Chechnya, Pilipina, Afghanistan, Sudan, Palestina, Kashmir, dan Irak serta negeri islam lainnya adalah bukti nyata yang ada di depan mata bahwa musuh kita mencoba menghinakan dan merendahkan kita.
Korban sudah banyak berjatuhan. Berjuta nyawa tak kuasa bertahan dalam raga. Wanita menjadi janda, anak-anak menjadi yatim dan papa. Mereka, saudara kita kini menjadi orang-orang ditawan. Mereka meronta dan bergerilya melawan kebiadaban. Mencoba untuk mewujudkan kemenangan atas kedzoliman.
Sekali lagi, sayang berjuta sayang, kita tak bisa berbuat apa-apa. Kita hanya bisa berkata, “kasian”. Maaf, “kasian” bukan jawaban terhadap pembantaian itu. Tapi, pembebasan dan perlawanan adalah kunci kejayaan dalam membebaskan saudara kita, karena itu adalah hak mereka, dan kewajiban kita menjalankannnya.
Rasulullah saw. bersabda, "Lepaskanlah orang yang ditahan, penuhilah orang yang memanggil, berilah makan orang yang lapar dan jenguklah orang sakit." (HR Bukhari).
Bacalah sejarah pendahulu kita. Telaah dan ambil hikmah dalam setiap rentetan peristiwanya.
Satu kisah nyata yang terekam jelas dalam tinta-tinta emas kejayaan, menceritakan tentang seorang pemimpin pemberani, pengayom dan pelindung rakyatnya. Dialah khalifah al-Mu'tasim, khalifah Bani Abbasiyah (833-842 Masehi). Dialah yang menyambut seruan seorang muslimah yang dilecehkan tentara Romawi dengan mengirimkan pasukan untuk menyerbu kota Ammuriah dan melibas seluruh tentara kafir Romawi di sana hingga bebaslah sang muslimah tawanan Romawi.
Demikianlah sikap para pendahulu kita. Mereka memiliki perhatian dan kepedulian yang cukup besar untuk membebaskan tawanan kaum muslimin. Meneriakkan seruan jihad dan dengan gagah menyambut panggilan saudaranya.
Beriring waktu, semuanya kini menjadi masa lalu. Dan hari ini kita mendapati betapa kaum muslimin telah menutup mata terhadap kaum muslimin lain yang tertawan oleh kaum kuffar. Kini, ketika ribuan muslimah dan muslim ditawan tentara-tentara kafir, dimanakah pemimpin kita? Dimana ulama’ kita? Dimana tentara kita? Dimana mereka?
Mereka membiarkan begitu saja saudara-saudarnya dalam keadaan terhina, dibelenggu jeruji besi yang gelap gulita, penuh penderitaan, dan kezaliman dari musuh-musuhnya. Diperkosa, disiksa, dianiaya. Mereka berteriak dan memanggil, tetapi tak satu pun kaum muslimin yang menjawab panggilan mereka itu. Di manakah kepedulian dan rasa persaudaraanmu wahai kaum muslimin? Di sana saudaramu tengah menderita dan dizalimi oleh musuh-musuhnya. Apakah kalian telah tuli???
Ukhuwah kini menjadi barang langka, kalaupun ada hanya sekedar kata, tak berharga. Ukhuwah yang Hampa!
Sungguh wahai kaum muslimin, ketidakpedulian kalian akan dipertanyakan di akhirat kelak.
Untuk-Mu ya Rabbi, hamba memohon lepaskanlah saudara-saudara kami dari fitnah orang-orang kafir. Berikanlah keberanian kepada kami untuk bangkit dan melawan musuh-musuh Islam. Ya Allah, hancurkanlah orang-orang kafir yang menghinakan agama dan hamba-Mu. Amin.
Korban sudah banyak berjatuhan. Berjuta nyawa tak kuasa bertahan dalam raga. Wanita menjadi janda, anak-anak menjadi yatim dan papa. Mereka, saudara kita kini menjadi orang-orang ditawan. Mereka meronta dan bergerilya melawan kebiadaban. Mencoba untuk mewujudkan kemenangan atas kedzoliman.
Sekali lagi, sayang berjuta sayang, kita tak bisa berbuat apa-apa. Kita hanya bisa berkata, “kasian”. Maaf, “kasian” bukan jawaban terhadap pembantaian itu. Tapi, pembebasan dan perlawanan adalah kunci kejayaan dalam membebaskan saudara kita, karena itu adalah hak mereka, dan kewajiban kita menjalankannnya.
Rasulullah saw. bersabda, "Lepaskanlah orang yang ditahan, penuhilah orang yang memanggil, berilah makan orang yang lapar dan jenguklah orang sakit." (HR Bukhari).
Bacalah sejarah pendahulu kita. Telaah dan ambil hikmah dalam setiap rentetan peristiwanya.
Satu kisah nyata yang terekam jelas dalam tinta-tinta emas kejayaan, menceritakan tentang seorang pemimpin pemberani, pengayom dan pelindung rakyatnya. Dialah khalifah al-Mu'tasim, khalifah Bani Abbasiyah (833-842 Masehi). Dialah yang menyambut seruan seorang muslimah yang dilecehkan tentara Romawi dengan mengirimkan pasukan untuk menyerbu kota Ammuriah dan melibas seluruh tentara kafir Romawi di sana hingga bebaslah sang muslimah tawanan Romawi.
Demikianlah sikap para pendahulu kita. Mereka memiliki perhatian dan kepedulian yang cukup besar untuk membebaskan tawanan kaum muslimin. Meneriakkan seruan jihad dan dengan gagah menyambut panggilan saudaranya.
Beriring waktu, semuanya kini menjadi masa lalu. Dan hari ini kita mendapati betapa kaum muslimin telah menutup mata terhadap kaum muslimin lain yang tertawan oleh kaum kuffar. Kini, ketika ribuan muslimah dan muslim ditawan tentara-tentara kafir, dimanakah pemimpin kita? Dimana ulama’ kita? Dimana tentara kita? Dimana mereka?
Mereka membiarkan begitu saja saudara-saudarnya dalam keadaan terhina, dibelenggu jeruji besi yang gelap gulita, penuh penderitaan, dan kezaliman dari musuh-musuhnya. Diperkosa, disiksa, dianiaya. Mereka berteriak dan memanggil, tetapi tak satu pun kaum muslimin yang menjawab panggilan mereka itu. Di manakah kepedulian dan rasa persaudaraanmu wahai kaum muslimin? Di sana saudaramu tengah menderita dan dizalimi oleh musuh-musuhnya. Apakah kalian telah tuli???
Ukhuwah kini menjadi barang langka, kalaupun ada hanya sekedar kata, tak berharga. Ukhuwah yang Hampa!
Sungguh wahai kaum muslimin, ketidakpedulian kalian akan dipertanyakan di akhirat kelak.
Untuk-Mu ya Rabbi, hamba memohon lepaskanlah saudara-saudara kami dari fitnah orang-orang kafir. Berikanlah keberanian kepada kami untuk bangkit dan melawan musuh-musuh Islam. Ya Allah, hancurkanlah orang-orang kafir yang menghinakan agama dan hamba-Mu. Amin.
0 komentar :
Posting Komentar
Ikhwah fillah, mohon dalam memberikan komentar menyertakan nama dan alamat blog (jika ada). Jazakumullah khairan katsir